Jumat, 22 November 2013

makalah MSI STUDI PEMIKIRAN ISLAM



MAKALAH METODOLOGI STUDI ISLAM
Studi Pemikiran Islam Kalam, Tasawuf, Filsafat, dan Fiqh



http://www.radenfatah.ac.id/foto_banner/lambang.jpg



Di Susun Oleh :
Kelompok 3
1.      Ahmad Syaifudin       (12222005)
2.      Ari Muhamad Isbilly   (12222011)
3.      Asia Astuti                  (12222013)
4.      Dwi Ervi Agustina      (12222029)
5.      Fitri Astriawati            (12222038)


Dosen pembimbing :
Endang  Rochmiatun, M.Hum



JURUSAN TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN FATAH PALEMBANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Studi-studi agama dewasa ini mengalami perubahan orientasi yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan kajian-kajian agama sebelum abad ke-19. Umumnya pengkajian agama sebelum abad ke-19 memiliki beberapa karakteristik yang antara lain, sinkritisme, penemuan arca baru, dan untuk kepentingan misionari dipicu oleh semangat dan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga orientasi dan metodologi studi islam mengalami perubahan.
Adapun studi islam sendiri merupakan ilmu keislaman mendasar. Dengan studi ini, pemeluknya mengetahui dan menetapkan ukuran ilmu, iman dan amal perbuatan kepada allah swt. Diketahui pula bahwa islam sebagai agama yang memiliki banyak dimensi yaitu mulai dari dimensi keimanan, akal fikiran, politik ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi lingkungan hidup, dan masih banyak lagi yang lainnya. Untuk memahami berbagai dimensi ajaran islam tersebut jelas memerlukan berbagai pendekatan yang digali dari berbagai disiplin ilmu. Selama ini islam banyak dipahami dari segi teologis dan normative.
Untuk itu kita perlu mempelajari studi pemikiran islam yang di lihat dari ilmu kalam, filsafat, tasawuh dan ilmu fiqih agar lebih memahami ajaran islam, dan lebih mandekatkan diri kepada Allah SWT secara tulus tanpa paksaan dari pihak manapun dan dapat menjaikan kita sebagai muslim yang benar-benar berkualitas.

1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah studi pemikiran islam berdasarkan ilmu kalam, filsafat, tasawuf dan ilmu fiqh ?





BAB II
PEMBAHASAN

1. Studi Pemikiran Islam Kalam
a. Definisi Ilmu Kalam
Ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan (Allah), sifat-sifat Tuhan yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang tidak ada pada-Nya dan sifat yang mungkin ada pada-Nya dan membicarakan tentang rasul-rasul Tuhan, untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya dan sifat-sifat yang mungkin terdapat padanya.
Ahmad Hanafi (1996 : 5), berpendapat bahwa ilmu kalam juga dinamakan ilmu aqaid atau ilmu Ushulludin. Hal ini dapat dimengerti, karena persoalan kepercayaan yang menjadi pokok ajaran agama itulah yang menjadi pokok pembicaraannya.
Ilmu kalam berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil fikiran dari kepercayaan-kepercayaan yang diyakininya. Ilmu ini dinamakan ilmu kalam, karena :
1.  Persoalan yang menjadi pembicaraan abad-abad permulaan hijrah ialah “firman Tuhan” (kalam Allah) dan non azalinya Qur’an. Karena itu keseluruhan isi ilmu kalam dinamai dengan salah sau bagiannya yang terpenting.
2. Dasar-dasar ilmu kalam ialah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil-dalil ini nampak jelas dalam pembicaraan para mutakalamin. Mereka jarang-jarang kembali kepada dalil-dalil naqli (qur’an dan hadits), keculai sesudah menetapkan benarnya pokok persoalan lebih dahulu.
3. Karena cara pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai logika dalam filsafat, maka pembuktian dalam soal-soal agama ini dinamai ilmu kalam untuk membedakan dengan logika dalam filsafat.




b. Aliran-aliran Ilmu Kalam
1. Kaum Khawarij
Khawrij timbul dari kalangan pasukan Sayyinda Ali tatkala terjadi hebat hebatnya perang antara Ali dengan Muawiyah di Shiffin. Muawiyah merasa kewalahan dan bermaksud melarikan diri. Kemudian timbul pemikiran tahkim. Pasukannya mengangkat Al-Qur’an sebagai isyarat agar tahkim dengan al-Qur’an. Pihak Ali tetap bertempur terus. Lalu ada sebagian pengikut Ali meminta kepadanya agar mau menerima tahkim. Akhirnya Ali menerima tahkim dengan rasa terpaksa. Kemudian diperoleh kesepakatan masing-masing mengangkat seorang hakim.  Mu’awiyah memilih Amr ibn al-Ash. Semula Ali sendiri bermaksud memilih  Abdullah bin Abbas, tetapi orang-orang khawarij ini menghendaki Abu Musa al-Asy’ari. Tahkim bermaksud dengan berkesudahan turunnya Sayyidina Ali dari  khalifah dan tetapnya Mu’awiyah, yang berarti kemenangan baginya.
Melihat kejadian ini, orang-orang khawarij yang semula menyetujui adanya tahkim, mereka beralih pendirian, merasa dikecewakan sekali. Tahkim dianggap sebagai dosa besar, bukan mencari penyelesaian ummat. Karena itu mereka meminta kepada Sayyidina Ali agar segera bertaubat dari dosa besar ini. Dia menjadi kafir karena menerima tahkim, sebagaimana orang-orang khawarij sendiri juga menjadi kafir, hanya saja mereka segera bertaubat.
Sampai sekarang, Khawarij masih terdapat di Tropoli Barat, Al-Jazair, Pulau Zanzibar Oman di Jazirah Arab, dengan jumlah seluruhnya hanya sekitar 25.000 orang saja. Harun Nasution (1986 : 22) berpendapat bahwa pada mulanya kaum khawarij merupakan golongan yang tidak mau turut campur dalam pertentangan-pertentangan yang terjadi ketia itu dan mengambil sikap menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidak kafirnya orang yang bertentangan itu kepada Tuhan.
Ajaran-ajaran pokok Khawarij adalah khilafah, dosa dan iman. Apabila firqah Syi’ah berpendapat bahwa khilafah itu bersifat waratsah, yaitu warisan turun-temurun, dan demikian pula yang terjadi kemudian khilafah-khilafah bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah, maka berbeda sama sekali pendirian Khawarij ini tentang khilafah. Mereka menghendaki kedudukan khalifah dipilih secara demokratis melalui pemilihan bebas.

2. Kaum Murjiah
Murji’ah berasal dari bahasa Arab أرجى يرجى ارجا yang berarti menunda ; atau dari kata رجا يرجو رجاء yang berarti mengharapkan. Murjiah adalah bentuk isim fail dari kata tersebut diatas, berarti orang yang menunda atau orang yang mengharapkan. Dalam arti yang pertama dimaksudkan berarti golongan atau faham yang menanggungkan keputusan sesuatu hal (mulanya, persoalan orang yang berbuat dosa besar) nanti dikelak kemudian hari disisi Allah. Sedang pengertian dalam arti yang kedua, dimaksud dengan Murjiah ialah golongan yang mengharapkan ampunan dari Tuhan atas kesalahan dan dosanya (asal persoalannya adalah orang mukmin yang berbuat dosa besar, mati sebelum ia bertobat).
Golongan Murjiah, sebagaimana halnya golongan Khawarij, juga lahir karena didahului oleh persoalan politik, yaitu persoalan imamah yang berakibat terjadinya pertumpahan darah, sehingga timbul persoalan bagaimana hukum yang berbuat dosa besar karena membunuh orang tanpa sebab yang dibenarkan. Apakah ia masih tetap mukmin atau sudah menjadi kafir sebagaimana pendapat golongan Khawarij, jika ia mati belum berbuat tobat.
Golongan Murjiah tidak ingin menetapkan hukumnya menjadi kafir, tetapi menangguhkan putusannya di akhirat nanti disisi Tuhan, dan mengharapkan rahmat dan ampunannya.
Persoalannya semula adalah orang-orang Khawarij menganggap Ali telah berdosa besar dan menjadi kafir, demikian pula Usman, tidak demikian halnya dengan Abu Bakar dan Umar.
Sebaliknya, pengikut-pengikut yang setia kepada Ali, mereka menganggap Abu Bakar, Umar dan Usman telah merampas jabatan Khalifah yang menurut pandanfan mereka seharusnya jabatan itu diduduki oleh Ali.
Tampaknya golongan Murjiah tidak ingin melibatkan diri dalam soal kafir mengkafirkan ini, melainkan menyerahkan saja urusan itu kepada Allah. Dengan demikian, maka lahirlah golongan Murjiah.
3.      Golongan Qodariyah dan Jabariyah
Golongan Qodariyah adalah golongan yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk melaksanakan kehendaknya ; manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya ; manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Pengertian Qodariyah disini bukan berasal dari pengertian bahwa manusia itu terpaksa tunduk kepada qadar Allah. Didalam bahasa Inggris faham Qodariyah dikenal dengan nama free will atau free act.
Sebaliknya golongan Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia terikat kepada mutlak Tuhan.
Jadi Qadariyah berasal dari qadar yang berarti kemampuan atau kekuatan manusia, bukan diambil dari arti qadar atau kepastian Tuhan. Dan Jabariyah diambil dari jabara yang berarti memaksa ; bukan manusia memaksakan kehendak-Nya, tetapi Tuhan mamaksakan kehendak-Nya, sebaliknya manusia berbuat atau mengerjakan sesuatu dalam keadaan terpaksa.
Kapan timbulnya faham Qadariyah ini tidak dapat diketahui dengan pasti, tetapi menurut keterangan ahli teologi Islam bahwa Qadariyah ditimbulkan oleh Ma’bad al-Juhani, menurut pendapat lain bersama dengan temannya yang bernama Ghailan al-Damsyiqi, yang mengambil dari orang kristen yang masuk Islam di Irak. Menurut al-Dzahabi Ma’bad adalah orang Tabi’i yang baik. Ma’bad mati terbunuh dalam pertampuran melawan al-Hallaj tahun 80 H. dan Ghailan menyiarkan faham Qadariyah ini di Damaskus pada masa pemerintahan Umar ibn Abd al-Aziz. Selain ia menyiarkan faham Qadariyah ia juga merupakan salah seorang tokoh Murjiah al-Shalihiyyah.

4. Kaum Mu’tazilah
Mu’tazilah sebagai sebuah aliran teologi memiliki akar dan produk pemikiran tersendiri. Yang dimaksud akar pemikiran di sini adalah dasar dan pola pemikiran yang menjadi landasan pemahaman dan pergerakan mereka. Sedangkan yang dimaksud produk pemikiran adalah konsep-konsep yang dihasilkan dan dasar dan pola pemikiran yang mereka yakini tersebut.
Mu’tazilah adalah kelompok yang mengadopsi faham qodariyah, yaitu faham yang mengingkari taqdir Allah ; dan menjadikan akal (rasio) sebagai satu-satunya sumber dan metodologi pemikirannya. Dari sinilah Pemikiran mu’tazilah berakar dan melahirkan berbagai kongklusi teologis yang menjadi ideologi yang mereka yakini.
Disebutkan dalam buku “al-mausu‘ah al-muyassarah fi’ladyan wa‘lahzab al-mu’ashirah” bahwa pada awalnya sekte Mu’tazilah ini mengusung dua pemikiran yang menyimpang (mubtadi ), yaitu:
1. Pemikiran bahwa manusia punya kekuasaan mutlak dalam memilih apa yang mereka kerjakan dan mereka sendirilah yang menciptakan pekerjaan tersebut.
2. Pemikiran bahwa pelaku dosa besar bukanlah orang mu’min tetapi bukan pula orang kafir, melainkan orang fasik yang berkedudukan diantara dua kedudukan - mu’min dan kafir—(manzilatun baina ‘lmanzilataini)
Dari dua pemikiran yang menyimpang ini kemudian berkembang dan melahirkan pemikiran-pemikiran turunan seiring dengan perkembangan Mu’tazilah sebagai sebuah sekte pemikiran.
Sejalan dengan keberagaman akal manusia dalam berfikir maka pemikiran yang dihasilkan oleh sekte Mu’tazilah ini pun sama beragamnya. Tidak hanya beragam akan tetapi melahirkan sub-sub sekte yang tidak sedikit jumlahnya. Setiap sub sekte memiliki corak pemikiran tersendiri yang ditentukan oleh corak pemikiran pimpinan sub sekte tersebut.
Aliran Mu’tazilah lahir kurang lebih pada permulaan abad kedua hijrian di kota Basrah pusat ilmu dan peradaban Islam kala itu, tempat perpaduan aneka kebudayaan asing dan pertemuan bermacam-macam agama (Hanafi, Ahmad, 1996 : 39).
Dalam bukunya, “al-farqu baina ‘lfiroq”, Al-Baghdadi menyebutkan bahwa sekte Mu’tazilah terbagi menjadi 20 sub sekte. Keduapuluh sub sekte ini disebutnya sebagai Qodariyah Mahdhah. Selain duapuluh sub sekte tersebut masih ada lagi dua sub sekte Mu’tazilah yang oleh al-Baghdadi digolongkan sebagai sekte yang sudah melampaui batas dalam kekafiran, kedua sekte tersebut adalah ; al-Khabithiyah dan al-Himariyyah.
Namun, meskipun sudah terbagi dalam lebih dan duapuluh sub sekte mereka masih memiliki kesatuan pandangan dalam beberapa pemikiran. Hal tersebut ditegaskan Al-Baghdadi dengan menyebutkan enam pemikiran yang mereka sepakati, pemikiran-pemikiran tersebut adalah:
Pemikiran bahwa Allah tidak memiliki sifat azali, dan pemikiran bahwa Allah tidak memiliki ‘ilmu, qudrah, hayat, sama’, bashar, dan seluruh sifat azali.
Pemikiran tentang kemustahilan melihat Allah dengan mata kepala dan keyakinan mereka bahwa Allah sendiri tidak bisa melihat “Diri”-Nya dan yang lain pun tidak bisa melihat “Diri”-Nya.
Pemikiran tentang ke-baru-an (hadis) kalamu’llah dan ke-baru-an perintah, larangan dan khabar-Nya. Yang kemudian kebanyakan mereka mengatakan bahwa kalamu’llah adalah makhluk.
Pemikiran bahwa Allah bukan pencipta perbuatan manusia bukan pula pencipta perilaku hewan. Keyakinan mereka bahwa manusia sendirilah yang memiliki kemampuan (qudrah) atas perbuatannya sendiri dan Allah tidak memiliki peran sedikitpun dalam seluruh perbuatan manusia juga seluruh perilaku hewan. Inilah alasan Mu’tazilah disebut Qodariyah oleh sebagian kaum muslimin.
Pemikiran bahwa orang muslim yang fasiq berada dalam satu manzilah diantara dua manzilah – mu’min dan kafir – (manzilah baina’lmanzinlatain). Inilah alasan mereka disebut Mu’tazilah.
Pemikiran bahwa segala sesuatu perbuatan manusia tidak diperintahkan oleh Allah atau dilarang-Nya adalah sesuatu yang pada dasarnya tidak Allah kehendaki.
Inilah sebagian produk pokok pemikiran Mu’tazilah yang cukup mewakili identitas Mu’tazilah sebagai sebuah sekte pemikiran, seluruh pemikiran Mu’tazilah adalah produk dari kekuatan mereka berpegang teguh pada akal rasional. Sehingga sekte ini adalah sekte yang paling menguasai ilmu kalam.
2.      Studi Pemikiran Islam Tasawuf
a. Definisi Tasawuf
Tasawuf adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang atau bagaimana cara kita mendekatkan diri kepada tuhan, tanpa adanya paksaan yang dating dari luar maupun dari dalam diri sendiri, sehingga seseorang tersebut merasa sangat dekat dengan tuhannya, tidak ada hal lain yang lebih berharga dibandingkan menghambakan diri pada tuhan. seperti halnya kehidupan para sufi.
Metode penelitian tasawuf, mempergunakan metode penelitian ilmu-ilmu sosial, terutama analisis kesejarahan dan pendekatan phenomenology (verstehen). Penelitian yang menggunakan pendekatan phenomenology atau verstehen harus mengerti dengan keadaan objek.

b. Tujuan dan Karakteristik Tasawwuf
Tujuan tasawuf bukanlah ubntuk mendapatlkan pengetahuan intuitif tentang kenyataan, tetapi untuk menjadi abdi Allah. Karakter tasawuf menurut Al-Tafzani ada lima, yaitu:
- Peningkatan moral
- Pemenuhan fana dalam realistis mutlak
- Pengetahuan intuitif langsung
- Timbulnua rasa kebahagian karena karunia Tuhan
- Penggunaan simbol-simbol dalam pengungkapan perasaan yang mengandung pengertian harfiah maupun tersirat

c. Model-model Penelitian Tasawwuf
1.      Model Sayyed Husain Nasr
Penelitian kualitatif dengan pendekatan tematik yang berdasarkan studi kritis terhadap ajaran tasawuf.

2.      Model Mustafa Zahri
Bersifat eksploratif yang menekan pada taswuf berdasarkan literature yang ditulis oleh para Ulama terdahuludengan mencari sandaran kepada Al-quran dan Hadits.
3.      Model Kautsar Azhari Noor
Studi tentang tokoh dengan pahamnya yang khas.
4.      Model Harun Nasution
Penelitian menggunakan pendekatan tematik yang bersifat deskriptif.
5.      Model A.J. Arberry
Penelitian yang menggunakan pendektan kombinasi antara pendekatan tematik dengan pendekatan tokoh.

3. Studi Pemikiran Islam Filsafat
a. Definisi Filsafat
Filsafat adalah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma, dan sebagainya) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar sebuah persoalan. Filsafat merupakan hasil kekuatan akal manusia untuk memahami hakikat Tuhan, alam dan manuisa. Filsafat Islam pada dasarnya merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan berubah.
Sebagai suatu ilmu, filsafat merupakan ilmu yang menjawab persoalan-persoalan yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa.

b. Cabang-cabang Filsafat
1. Metafisika
Filsafat tentang hakikat yang ada dibalik fisika dan alam semesta yang berada diluar atau diatas pengalaman manusia.
2. Logika
Filsafat mengenai pikiran yang benar dan salah.
3. Etika
Filsafat mengenai tingkah laku yang baik dan buruk.
4. Estetika
Filsafat mengenai karya atau kreasi yang indah dan jelek.
5. Epistemologi
Filsafat mengenai ilmu pengetahuan.

c.Model-model Penelitian Filsafat Islam
1. Model M. Amin Abdullah
Penelitian yang menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bercorak deskriptif, serta mengambil pendekatan studi tokoh dengan cara melakukan studi komparasi.
2. Model Otto Horrassowitz, Majid Fakhary dan Harun Nasution
Penelitian yang termasuk penelitian kualitatif dengan sumber kajian pustaka serta menggunakam metode deskriptif analitis, dan menggunakan pendekatan historis dan tokoh.
3. Model Ahmad Fuad Al-Ahwani
Penelitian kepustakaan yang bersifat penelitian deskriptif kualitatif dan menggunakan pendekatan yang bersifat campuran antara pendekatan historis, kawasan dan tokoh.

4. Studi Pemikiran Islam Fiqh
a. Definisi Ilmu Fiqh
Ilmu fikih merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at Islam mengenai perbuatan manusia yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Fikih juga terkait langsung dengan kehidupan manusia. Kita akan selalu memiliki hubungan dengan fikih sejak kita lahir sampai meninggal. Contohnya, segala amal yang berhubungan dengan ibadah, mu’amalat, kepidanaan, dan sebagainya. Ilmu Fikih memiliki dalil-dalil terperinci yang merupakan satuan-satuan dalil yang masing-masing menunjukkan kepada suatu hukum tertentu. 
Fikih sebagai produk pemikiran, adalah produk hukum yang diputuskan oleh Mujtahid. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka munculah penelitian dan pengembangan hukum Islam, untuk menguji dan menyelidik hukum agar sesuai dengan tuntutan zaman guna mengatasi setiap permasalahan yang timbul di dalam pemikiran umat.

b. Model-model Penelitian Hukum Islam
1. Model Harun Nasution
Harun Nasution telah berhasil mendeskripsikan struktur Hukum Islam secara konprehensif. Melalui pendekatan sejarah beliau membagi perkembangan hukum Islam ke dalam 4 periode, yaitu periode Nabi, periode sahabat, periode ijtihad serta kemajuan dan periode taklid serta kemunduran. Dengan demikian model penelitian yang digunakan Harun Nasution adalah penelitian eksploratif, deskriptif, dengan menggunakan pendekatan kesejarahan.

2. Model Noel J. Coulson
Dalam penelitiannya Coulson menggunakan pendekatan historis. Melalui penelitiannya hukum Islam ditempatkan sebagai perangkat norma dari perilaku teratur dan merupakan suatu lembaga sosial dengan memenuhi kebutuhan manusia akan kedamaian dalam masyarakat.

3. Model Mohammad Atho  Mudzhar
Atho Mudzhar melakukan penelitian hukum Islam menggunakan penelitian uji teori atau uji asumsi (hipotesis) yang berlandaskan kepada teori yang terdapat dalam ilmu sosiologi hukum. Permasalahan hukum yang terdapat dalam lingkungan sosial sering berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi, kriminalitas, masalah perkawinan, dan masalah sosial lainnya. 

c. Objek Penelitian Fikih
Objek dan ruang lingkup fikih adalah perbuatan orang-orang mukallaf tentang orang-orang yang dibebani ketetapan-ketetapan hukum agama Islam. Menurut Ta’rif ahli ilmu ushul yang dibicarakan oleh fikih adalah segala pekerjaan para mukallaf dari jurusan hukum hidup. Adapun hasil pembicaraan atau mahmulnya adalah salah satu hukum yang lima, yaitu hukum ta’rif yang lima: Ijab (wajib), Nadab (anjuran/sunnah), Tahrim (haram), Karahah (makruh), dan Ibahah (mubah) Dengan demikian, ruang lingkup penelitian fikih aadalah perbuatan mukallaf menurut apa yang telah ditetapkan syara’ tentang ketentuan hukumnya.

d. Metodologi Penelitian Hukum Islam
1. Metode Normatif Islami
Objek penelitian disini adalah asas-asas, doktrin, konsep, sistematika dan substansi hukum Islam yang bersumber pada Al-quran dan Sunnah baik menurut klasik maupun kontenporer.

2. Metode Empiris Islami
a. Sosiologi
Objek penelitian mengenai bagaimana implementasi syari’ah dalam masyarakat Islam. Peneliti harus menghindari sikap prasangka negatif. Dalam penelitian ini yang ditampilkan bukan segi-segi yang bersifat konflik antara hukum Islam dengan masyarakat, melainkan sgi-segi positifnya.
b. Historis
Sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam dapat dijadikan objek penelitian. 

3. Metode Filosofi Islam
Hukum Islam sebagai jalinan nilai-nilai Islami diteliti secara falsafi (filosofis).

4. Metode Komparatif Islami
Penelitian ini menggunakan metode perbandingan hukum Islam sebagai tolak ukur. Perbandingan hukum dapat diteliti secara internal antara aliran-aliran hukum Islam (perbandingan mazhab).

5. Metode Interpretatif Islami
Dalam penelitian ini peran ijtihad dan kedudukannya sebagai sumber hukum Islam sangat penting diperhatikan.
6. Metode Pembukuan Garis Hukum
Suatu ayat hukum dalam Al-quran dipecah menjadi beberapa garis hukum yang dirumuskan masing-masing secara alfabetis, dengan cara ini orang dengan mudah dapat mempelajari pembahasan ilmu hukum Islam yang ingin diteliti. 


























BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Studi pemikiran islam dibagi menjadi empat yairu studi pemikiran islam kalam, studi pemikiran islam filsafat, studi pemikiran islam tasawuf, dan studi pemikiran fiqh. Ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan (Allah), sifat-sifat Tuhan yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang tidak ada pada-Nya dan sifat yang mungkin ada pada-Nya. Tasawuf adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang atau bagaimana cara kita mendekatkan diri kepada tuhan. Filsafat adalah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma, dan sebagainya) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar sebuah persoalan. Sedangkan Ilmu fikih merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at Islam mengenai perbuatan manusia yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
















DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Rosniati, 2009. Metodologi Studi Islam II. Padang: Hayfa Press
Nata, Abuddin, 1995, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Nata, Abuddin, 2010. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Hanafi, Ahmad. 1996. Theology Islam : Ilmu Kalam. Cet II. Jakarta : Bulan Bintang.

1 komentar:

  1. Judul makalah MSI Studi Pemikiran Islam ini sangat relevan dan menarik, terutama dengan pembahasan yang mencakup berbagai cabang keilmuan dalam Islam seperti Kalam, Tasawuf, Filsafat, dan Fiqh. Topik ini penting untuk memperdalam pemahaman kita tentang bagaimana Islam sebagai sistem pemikiran berkembang melalui berbagai metodologi studi, sehingga dapat memberikan perspektif yang lebih kaya dalam memahami esensi ajaran dan budaya Islam.
    Apakah Anda membutuhkan proyektor berkualitas untuk presentasi atau acara Anda? Kami menawarkan layanan sewa proyektor terbaik pekanbaru dengan harga terjangkau di Pekanbaru.

    BalasHapus