MAKALAH
AKIDAH AKHLAK
ALIRAN
AL-MATURIDIYAH
DiSusun
Oleh :
Kelompok
7
1.
Ocha Arsita
2.
Annita
3.
Muhammad Firli
Guru
Pembimning : IBU DELIMA
MADRASAH
ALIYAH NEGERI 1 PALEMBANG
TAHUN
AJARAN 2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penelusuran
pengalaman historis masa lampau menemukan bahwa persoalan kalam di dunia Islam
muncul dari suasana perbedaan politik. Setiap persoalan kalam muncul, lahir
pula beberapa pendapat dan paham saling berbeda, yang serta merta membentuk
aliran kalam.Muncul dari suasana perbedaan, ilmu kalam nampaknya terus
berkembang dinamis di dalam arus perbedaan berkesinambungan.
Sejak
perkembangannya yang mula-mula, perbedaan persepsi bahkan pertentangan paham
dalam ilmu kalam sudah biasa terjadi, dan tampaknya akan tetap selalu terjadi
didalam dinamika pemikiran Islam. Ini merupakan suatu fenomena ilmiah yang
wajar, sesuai dengan hakikat perkembangan umat manusia itu sendiri, yang secara
fitri cenderung berbeda. Sehingga dunia kalam kaya dengan berbagai aliran dan
corak pemikiran.
Aliran-aliran ini seakan terlahir dalam lingkaran dialektika, yang muncul dari
proses tesa, antitesa, dan sintesa, atau bergerak secara alami dalam dinamika
aksi, reaksi, dan kompromi. Seperti terlihat, aksi Khawarij mengundang reaksi
Murji’ah dan lahir upaya kompromi atau jalan tengah Muktazilah, lalu mengundang
reaksi Asy’ariyah dan akhirnya melahirkan upaya kompromi Maturidiyah. Demikian
pula aksi Qodariah melahirkan reaksi Jabariyah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Al-maturidiyah?
2. Siapa saja Tokoh-tokoh Aliran Al-Maturidiyah?
3. Apa saja
Pokok-pokok ajaran Aliran Al-Maturidiyah?
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Al-Maturidiyah
Berdasarkan
buku Pengantar Teologi Islam, aliran Maturidiyah diambil dari nama
pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad. Di samping itu, dalam buku
terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri
aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan
sebagai nama aliran ini.
Selain
itu, definisi dari aliran Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan
kepada Abu Mansur al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan
dalil aqli kalami. Sejalan dengan itu juga, aliran Maturidiyah
merupakan aliran teologi dalam Islam yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad
al-Maturidiyah dalam kelompok Ahli Sunnah Wal Jamaah yang merupakan ajaran
teknologi yang bercorak rasional.
Jika
dilihat dari metode berpikir dari aliran Maturidiyah, aliran ini merupakan
aliran yang memberikan otoritas yang besar kepada akal manusia, tanpa
berlebih-lebihan atau melampaui batas, maksudnya aliran Maturidiyah berpegang
pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan
syara’. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara’, maka akal harus
tunduk kepada keputusan syara’.
Berdasarkan
prinsip pendiri aliran Maturidiyah mengenai penafsiran Al-Qur’an yaitu
kewajiban melakukan penalaran akal disertai bantuan nash dalam penafsiran
Al-Qur’an. Dalam menfsirkan Al-Qur’an al-Maturidi membawa ayat-ayat yang mutasyabih
(samar maknanya) pada makna yang muhkam (terang dan jelas
pengertiannya). Ia menta’wilkan yang muhtasyabih berdasarkan
pengertian yang ditunjukkan oleh yang muhkam. Jika seorang mikmin
tidak mempunyai kemampuan untuk menta’wilkannya, maka bersikap menyerah adalah
lebih selamat.
Jadi
dalam pena’wilan Al-Qur’an, al-Maturudi sangat berhati-hati walaupun beliau
menjadikan akal suatu kewajiban dalam penafsiran suatu ayat. Penulis setuju
dengan sikap al-Maturudi dalam menafsirkan ayat yang mutasyabih, yakni
dengan mencari pentunjuk dari ayat yang muhkam dan dikombinasikan
dengan penalaran akal pikiran yang apabila seseorang tidak bisa mena’wilkan
ayat tersebut, maka orang itu dianjurkan untuk tidak mena’wilkannya.
Maka
dari bererapa pengertian di atas, kami bisa memberikan simpulan bahwa aliran
Maturidiyah merupakan aliran yang namanya diambil dari nama pendirinya yakni
al-Maturudi. Aliran ini menggunakan akal dalam analogi pemikiran atau
penafsiran ayat, namun hal itu bukan menjadi hal yang mutlak karena apabila
terdapat keputusan akal yang bertentangan dengan syara’, maka itu ditolak.
2. Tokoh-Tokoh Aliran Al-Maturidiyah
1. Abu Mansur Al-Maturidi
Nama lengkap al-Maturidi ialah
Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud. Tokoh yang dikenal dengan nama Abu Manshur
al-maturidi ini dilahirkan dimaturid, sebuah kota kecil disamarkand, Wilayah
Trmsoxiana da Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun
kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar
pertengahan abad ke-3 Hijriyah. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M, Gurunya dalam
bidang fiqih dan teologi bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi, ia wafat pada
tahun 268 H. Al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutawakil yang memerintah
pada tahun 232-274/847-861 M.
Karir pendidikan Al-Maturidi
lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi dari pada fiqih. Ini
dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam menghadapi faham-faham teologi
yang banyak berkembang pada masyarakat Islam, yang dipandangnya tidak sesuai
dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara. Pemikiran-pemikirannya banyak
dituangkan dalam bentik karya tulis, diantaranya ialah kitab tauhid,ta’wil
Al-Qur’an, Makhaz Asy-Syara’I, Al-Jadl,ushul fi Ushul Ad-Din, Muqalat fi
Al-Ahkam Radd Awa’il Al-Abdillah li Al-Ka’bi, Radd Al-Ushul Al-Khamisah li Abu
Muhammad Al-Bahili, Radd Al-Imamah li Al Ba’ad Ar-Rawafid, dan kitab Radd ‘ala
Al-Qaramatah, selainitu ada pula karangan-karangan yang diduga ditulis oleh
Al-Maturidi, yaitu Risalah fi Al-Aqaid dan Syarh fiqh Al-Akbar.
Ada dua golongan di dalam
aliran maturidiyah, yaitu golongan Samarkand dan golongan Bukhara.
Yang menjadi golongan Samarkand ini adalah pengikut-pengikut Al-maturidi
sendiri. Golongan ini cenderung kearah paham Mu’tazilah, sebagaimana
pendapatnya soal-soal sifat Tuhan. Maturidi dan Asy-ari terdapat kesamaan
pandangan. Menurut maturidi, tuhan mempunyai sifat-sifat. Tuhan mengetahui
bukan dengan zat-Nya, melainkan dengan pengetahuan-Nya. Begitu juga tuhan
berkuasa bukan dengan zat-Nya.
Mengenai perbuatan-perbuatan
manusia, maturidi sependapat dengan golongan Mu’tazilah, bahwa manusialah
sebenarnya yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Apabila ditinjau dari sini,
maturidi berpaham Qadariyah, maturidi menolak paham-paham Mu’tazilah, antara
lain dalam soal:
1. Tidak sepaham
mengenai pendapat mu’tazilah yang mengatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk.
2. Al salah wa
Al-aslah.
3. Paham posisi
menengah kaum Mu’tazilah.
Dengan demikian, lebih lanjut
Al-maturidi berpendapat Tuhan mempunyai kewajiban—kewajiban tertentu. Dan kalam
(firman) tidak diciptakan, tetapi bersifat qadim. Dosa besar yang dilakukan seseorang menurut maturidi masih tetap mukmin, ia
sepaham dengan Asy-ary. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwab mereka yang berdosa
besar akan ditentukan tuhan kelak di akhirat.
Maturidi juga sepaham dengan
mu’tazilah dalam soal Al-waad wa al-waid. Bahwa janji dan ancaman tuhan, kelak
pasti terjadi. Demikian juga masalah antropomorphisme. Dimana maturidi
berpendapat bahwa tangan, wajah Tuhan, dan sebagainya seperti penggambarab
Al-Qur’an, mesti diberi kiasan (majazi). Dalam hal ini, maturidi bertolak
belakang dengan pendapat Asy-ary, yang menjelaskan bahwa ayat-ayat yang
menggambarkan Tuhan mempunyai bentuk jasmani tak dapat diberi interpretasi
(ditakwilkan).
Sebenarnya Imam Al-maturidi senang dengan imam ASy’Ari hanya saja Asy Ari di
Bashrah sedangkan maturidi di Samarkand dan Asy ari lebih cenderung mengikuti
imam Syafi’I dan imam Maturidi lebih dekat dengan imam hanafi tapi kedua imam
ini masih di golongkan dalam Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah.
Memperhatikan arah pikiran
kedua imam tersebut dalam masalah Fiqih, tidak heran bahwa kedua imam terdepat
perbedaan pendapat dalam beberapa segi, tapi tidak mendasar. Dalam perkembangan
selanjutnya Asy’ari kelihatannya lebih dekat dengan jabariyah sedangkan
maturidi terarah kepada Mu’tazilah.
Pokok pikiran imam maturidi.
Dasar pemikiran/ cara berfikir maturidi sejalan dengan hanafi. Adapun pokok
pikirannya dalam teologi antara lain:
a. Masalah Iman
Imam adalah ikrar dengan lisan
dan tashdiq di dalam hati, serta ikrar itu adalah rukun dari iman itu atau
bagian dari iman
b. Qadha dan Qadar dalam hubungannya dengan
perbuatan manusia.
Pada dasarnya menutur maturidi
kemauan manusia itu sebenarnya adalah kemauan Allah, akan tetapi segala
perbuatan manusia itu tidak selamanya sesuai dengan kehendak Tuhan,sebab Dia
selalu menghendaki yang baik, bukan yang tidak baik. Dengan kata lain daya (qudrat)
dapat digunakan manusia untuk berbuat baik atau jahat, sedangkan Allah
menghendaki yang baik saja. Jadi dalam hal ini ada perbedaan dengan
pendapat imam Asy’ari dan lebih cenderung pada pendapat Mu’tazilah.
c. Tentang sifat
Tuhan, Maturidi membatasi permasalahannya, sifat-sifat Tuhan adalah Sifat-Nya tidak perlu dipermasalahkan lagi.
Walaupun imam Maturidi masih
di golongkan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, akan tetapi bila diteliti lebih mendalam
terdapat dugaan yang kuat bahwa Imam Maturidi ingin mengambil jalan tengah
antara pendapat Imam Asy’ari dengan Mu’tazilah. Dugaan ini dikuatkan bahwa
dalam beberapa segi pendapat maturidi sejalan dengan pendapat Mu’tazilah atau
Imam Asy’ari dan sebaliknya dalam segi lainnya ada yang bertentangan pendapat.
2. Abu Al-Yusr
Muhammad Al-Bazdawi
Golongan yang kedua dalam
aliran maturidiyah yaitu golongan Bukhara, golongan Bukhara ini dipimpin oleh
Abu Al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi. Dia ini merupakan pengikut maturidi yang
penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Nenek Al-Bazdawi menjadi
salah satu murid maturidi. Dari orang tuanya, Al-Bazdawi dapat menerima
ajaran-ajaran Maturidi. Kemudian Al-Bazdawi dalam perkembangan pemikirannya,
mempunyai salah seorang murid yaitu Najm Al-Din Muhammad Al-Nasafi dengan karyanya
Al-‘Aqaidul Nasafiyah.
Dengan demikian yang dimaksud
golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi didalam aliran
Al-Maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat
Al-Asy’Ary. Namun walaupun sebagai aliran maturidiyah, Al-Bazdawi tidak
selamanya sepaham dengan Maturidi. Ajaran-ajaran teologinya banyak dianut oleh
umat yang bermazhab Hanafi. Dan pemkiran-pemikiran Maturidiyah sampai
sekarang masih hidup dan berkembang di kalangan umat Islam.
3. Pokok –Pokok Ajaran Al-Maturidiyah
1.
Akal dan wahyu
Dalam pemikiran teologinya,
Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur’an dan akal. Dalam hal ini, ia sama dengan
Al-Asy’ari. Namun porsi yang diberikannya kepada akal lebih besar dari pada
yang diberikan oleh Al_asy-ari.
Menurut Al-maturidi,
mengetahui tuhan dan kewajiban mengetahui tuhan dapat diketahui dengan akal.
Kemampuan akal dalam mengetahui kedua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat
Al-Qur’an yang memerintahkan agar amanusia menggunakan akal dalam usaha
memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan
pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai
kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan
memerintahkan \]manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau
menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Alllah berarti
meninggalkan kewajiban yang diperintahkan ayat-ayat tersebut.namun akal,
menurut Al-maturidi, tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya.
Dalam masalah baik dan buruk
Al-maturidi berpendapat bahwa penentuan baik dan buruknya sesuatu itu terletak
pada Sesutu itu sendiri, sedngkan perintah atau larangan syari’ah hanyalah
mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Ia mengakui bahwa
akal tidak selalu mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, namun
terkadang pula mampu mengetahui sebagian baik dan buruknya sesuatu. Dalam
kondisi demikian, wahyu diperlikan untuk dijadikan sebagai pembimbing.
Almaturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal
pada tiga macam, yaitu:
·
Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan
sesuatu itu;
·
Akal dengan sendirinya hanya mengetahui
keburukan sesuatu itu;
·
Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan
sesuatu, kecuali
dengan petunjuk ajaran wahyu.
Tentang mengetahui kebaikan
atau keburukan sesuatu dengan akal, Al-Maturidi sependapat dengan Mu’tazilah.
Hanya saja bila mu’tazilah mengatakan bahwa perintah melakukan yang baik dan
meninggalkan yang buruk itu didasarkan pada pengetahuan akal, Al-Maturidi
mengatakan bahwa kewajiban tersebut harus diterima dari ketentuan ajaran wahyu
saja. Dalam persoalan ini, Al-Maturidi berbeda pendapat dengan Al-Asy’ari.
Menurut Al-Asy’ari, baik atau buruk itu terdapat pada sesuatu itu sendiri.
Sesuatu itu dipandang baik karena perintah syara dan dipandang buruk karena
larangan syara. Jadi, yang baik itu baik karena perintah Allah dan yang buruk
itu buruk karena larangan Allah. Pada konteks ini, Al-Maturidi berada pada
posisi tengah dari Mu’tazilah dan Al-Asy’ari.
2. Kehendak
Mutlak Tuhan dan Keadilan Tuhan
Dalam memahami kehendak mutlak
dan keadilan Tuhan, aliran ini terpisah menjadi dua, yaitu maturidiyah
Samarkand dan maturidiyah Bukhara. Pemisahan ini disebabkan perbedaan keduanya
dalam menentukan porsi penggunaan akal dan pemberian batas terhadap jkekuasaan
mutlak Tuhan. Karena menganut paham Free will dan Free act serta
adanyabatasan bagi kekuasaan mutlak Tuhan, kaum maturidiyah Samarkand mempunyai
posisi yang lebih dekat kepada Mu’tazilah, tetapi kekuatan akal dan batasan
yang dberikan kepada kekuasaan mutlak Tuhan lebih kecil dari pada yang
diberikan aliran Mu’tazilah.
Kehendak mutlak Tuhan, menurut
maturidiyah Samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan. Tuhan adil mengandung arti
bahwa degala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk
serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia. Oleh karena
itu, Tuhan tidak akan memberi beban yang terlalu berat kepada manusia dan tidak
sewenang-wenang dalam memberi hukum karena Tuhan tidak dapat berbuat zalim.
Tuhan akan memberikan upah atau hukuman kepada manusia sesuai dengan
perbuatannya.
Adapun maturidiyah Bukhara
berpendapat bahwa tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang
dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya. Tidak ada yang dapat menentang
atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan. Dengan demikian, dapat
diambil pengertian bahwa keadilan Tuhan terletak pada kehendak mutlak-Nya, tak
ada satu dzat pun yang lebih berkuasa daripada-Nya. Dan tidak ada
batasan-batasan bsagi-Nya. Tampaknya aliran Maturidiyah samarkan lebih dekat
dengan Asy’ariyah.
Lebih jauh lagi maturidiyah
Bukhara berpendapat bahwa ketidak adilan tuhan haruslah di pahami dalam konteks
kekuasaan dan kehendak mutkak Tuhan. Secara jelas Al-Bazdawi mengatakan bahwa
Tuhan tidak mempunyai tujuan dan tidak mempunyai unsur pendorong untuk
menciptakan kosmos, TUhan berbuat sekehendak-Nya sendiri. Ini berarti bahwa
alam tidak diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia atau dengan kata lain,
konsep keadilan Tuhan bukan diletakkan untuk kepentingan manusia, tetapi pada
Tuhan sebagai pemilik mutlak.
3. Sifat-Sifat
Tuhan
Berkaitan dengan massalah
sifat Tuhan, dapat ditemukan persamaan pemikiran antara Al-Maturidi dan
Al-Asy’ari, seperti dalam pendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat seperti
sama, basher dan sebagainya. Walaupun begitu, pengertian Al-Maturidi tentang
sifat Tuhan berbeda dengan Al-Asy’ari. Al-Asy’ari mengartikan sifat Tuhan
sebagai sesuatu yang bukan dzat, malainkan melekat pada dzat itu sendiri,
sedangkan menurut Al-Maturidi, sifat tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan
bukan pula dari Esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulazamah (ada bersama,
baca:inheren) dzat tanpa terpisah (unnaha lam takun ain al dzat wa la hiya
ghairuhu).
Tampaknya paham Al-Maturidi
tentang makna sifat Tuhan cenderung mendekati paham Mu’tazilah. Perbedaannya,
Al-Maturidi mengakui adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan Mu’tazilah menolak
adanya sifat-sifat Tuhan.
Sementara itu Maturidiyah
Bukhara, yang juga mempertahankan kekuasaan mutlak Tuhan, berpendapat bahwa
Tuhan mempunyai sifat-sifat. Persoalan banyak yang kekal mereka
selesaikan dengan mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan kekal melalui kekekalan
yang terdapat dalam esensi Tuhan dan bukan melalui kekekalan sifat-sifat itu
sendiri; juga dengan mengatakan bahwa Tuhan bersama-sama sifat-Nya adalah
kekal, tetapi sifat-sifat itu sendiri tidaklah kekal.
Aliran maturidiyah Bukhara
berbeda dengan asy’ariyah. Sebagaimana aliran lain, Maturidiyah Bukhara juga
berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat-sifat jasmani. Ayat-ayat
Al-Qur’an yang menggambarkan Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani haruslah
diberi takwil.
Maturudiyah Samarkand
sependapat dengan Mu’tazilah dalam menghadapi ayat-ayat yang memberi gambaran
Tuhan bersifat dengan menghadapi jasmani ini, Al-Maturidi mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan tangan, muka, mata, dan kaki adalah kekuasaan Tuhan.
4. Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa
manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitakan oleh Al-qur’an, antara lain
firman Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat 22 dan 23 Yang
Berbunyi : (٢٢) إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ (٢٣) وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ بَاسِرَةٌ yang
artinya : 22.Wajah-wajah
(orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. 23.Memandang Tuhannya.
Maturidi lebih lanjut
mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan
mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat
tidak sama dengan keadaan di dunia.
Maturidiyah Samarkand sejalan
dengan Asy-Ariyah dalam hal Tuhan dapat dilihat. Sebagaimana yang dijelaskan
Al-Maturidi bahwa melihat Tuhan itu merupakan hal yang pasti dan benar, tetapi
tidak dapat dijelaskan Al-Maturidi bahwa melihat Tuhan itu merupakan hal yang pasti
dan benar, tetapi tidak dapat dijelaskan bagaimana cara melihatnya. Ayat 103
surat al-an’am yang dijadikan dalil oleh Al-Maturidi dalam mendukung
pendapatnya tentang Tuhan dapat dilihat dengan mata.
Demikian pula maturidiyah
Bukhara juga sependapat dengan Asy-ariyah dan maturidi Samarkand bahwa Tuhan
dapat dilihat dengan mata kepala. Al-Bazdawi mengatakan bahwa Tuhan
kelakmemperlihatkan diri-Nya untuk kita lihat dengan mata kepala, menurut apa
yang ia kehendaki.
Adapun ayat yang mendukung yaitu, surat yunus ayat 26.
|
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا
الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلا ذِلَّةٌ
أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
|
Bagi orang-orang yang
berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka
tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni
surga, mereka kekal di dalamnya.
|
5. Kalam Tuhan
Aliran Maturidiyah Bukhara dan
Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa Al-qur’an itu adalah kekal tidak
diciptakan. Maturidiyah Bukhara berpendapat, sebagaimana dijelaskan oleh
Bazdawi, kalamullah (Al-Qur’an) adalah sesuatu yang berdiri dengan dzatnya,
sedangkan yang tersusun dalam bentuk surat yang mempunyai akhir dan awal,
jumlah dan bagian, bukanlah kalamullah secara hakikat, tetapi disebut Al-Qur’an
dalam pengertian kiasan (majaz).
Maturidiyah Samarkand
mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah yang bersifat kekal dari Tuhan,
sifat yang berhubungan dengan dzat Tuhan dan juga qadim. Kalamullah tidak
tersusun dari huruf dan kalimat sebab huruf dan kalimat itu diciptakan.
Menurut Al-maturidi,
mu’tazilah mamandang Al-Qur’an sebagai yang tersusun dari huruf-huruf dan
kata-kata, sedangkan Al-Asy’ari memandangnya dari segi makna abstrak. Kalam
Allah menurut Mu’tazilah bukan merupakan sifat-Nya dan bukan pula dari dzatNya.
Al-Qur’an sebagai sabda Tuhan bukan sifat, tetapi perbuatan yang diciptakan
Tuhan dan tidak bersifat kekal. Pendapat ini diterima Al-Maturidi, hanya saja
Al-Maturidi lebih suka menggunakan istilah hadis sebagai pengganti
Makhluk untuk sebutan Al-Qur’an.
6. Perbuatan
manusia
Menurut Al-Maturidi, tidak ada
sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semuanya atas kehendak Tuhan,
dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena ada
hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Oleh karena itu,
Tuhan tidak wajib berbuat ash-shalah wa al-ashlah (yang baik dan terbaik
bagi manusia). Setiap perbuatan Tuhan tang bersifat mencipta dan
kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari
hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban tersebut antara
lain:
Aliran Maturidiyah berpendapat
bahwa pada dasarnya yang menerbitkan perbuatan itu adalah dua qudrah, yaitu
qudrah Tuhan dan Qudrah hamba, tetapi yang menjadikan perbuatan itu adalah
qudrah Allah semata.
7. Pengutusan
Rasul
Akal selamanya tidak mampu
mengetahui kewajiban yang dibebankan kepada manusia, seperti kewajiban
mengetahui baik dan buruk serta kewajiban lainnyadari syariat yang dibeban
kepada manusia. Oleh karena itu, menurut AL-Maturidi, akal memerlukan bimbingan
ajaran wahyu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban tersebut. Jadi, pengutusan
rasul berfungsi sebagai sumber informasi.tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan
rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar
kemampuannya kepada akalnya.
Pandangan Al-Maturidi ini
tidak jauh berbeda dengan pandangan Mu’tazilah yang berpendapat bahwa
pengutusan rasul ketengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia
dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.
8. Pelaku dosa
besar (Murtakib Al-Kabir)
Al-Maturidi berpendapat bahwa
orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun
ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan
memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal didalam
neraka adalah balasan untuk orang yang berbuat dosa syirik. Dengan demikian,
berbuat dosa besar selain syirik tidak akan menyebabkan pelakunya kekal di
dalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa besar (selain syirik) tidaklah
menjadikan seseorang kafir atau murtad. Menurut Al-Maturidi, iman itu cukup
dengan tashdiq dan iqrar, sedangkan amal adalah penyempurnaan iman. Oleh
karena itu, amal tidak akan menambah atau mengurangi esensi iman, kecuali hanya
menambah atau mengurangi sifatnya saja.
Al-maturidi megatakan bahwa
yang benar mengenai orang mukmin yang berdosa ialah menyerahkan persoalan
persoalan mereka kepada Allah. Jika Allah menghendaki, maka dia mengampuni
mereka sebagai karunia, kebaikan dan rahmatnya, sebaliknya jika Allah
menghendaki, maka dia menyiksa mereka sesuai dengan kadar dosa mereka, Namun,
mereka tidak akan dikekalkan dalam neraka. Dengan demikian, orang mukmin berada
diantara harapan dan kecemasan. Allah boleh saja menghukum dosa kecil,
sebagaimana dia telah berfirman yang artinya :
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aliran Maturidiyah adalah aliran kalam
yang dinisbatkan kepada Abu Mansur
al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli
kalami. Tokoh-tokoh aliran al-maturidiyah ada 2 yaitu, Abu Mansur Al-Maturid dan Abu
Al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi. Pokok pikiran dari ajaran al-maturidiyah adalah Akal dan wahyu, Kehendak
Mutlak Tuhan dan Keadilan Tuhan , Sifat-Sifat Tuhan, Melihat Tuhan,
Kalam Tuhan, Perbuatan manusia, Pengutusan Rasul dan
Pelaku dosa besar (Murtakib Al-Kabir).
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad,
Muhammad, Tauhid Ilmu Kalam, Pustaka Setia : Bandung. 1998.
Hanafi,
Ahmad, Theology Islam, Bulan Bintang : Jakarta. 1996.
Ida,
Inahyawati dan Usman, Akidah Akhlak, Erlangga : Jakarta. 2002
M,
Afrizal, Tujuh perdebatan utama dalam teologi Islam, Erlangga: Jakarta.
2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar